Jumat, 25 November 2011

Story from...

FACEBOOK

Alvin menoleh ke meja kerja di sampingnya. Tumben amat si Sari betah di depan komputer. Biasanya kalo udah mendekati jam 12 siang gini udah burur-buru ke kantin buat istirahat.

"Sar." panggil Alvin.
"Heh, apa Vin?" jawab Sari.
"Tumben lo nggak buru-buru nyambangi kantin?"
"Hehehe. Lagi asik. nanti aja. Lagian bakso kikilnya nggak abis cuma dimakan bu kantin seorang."
"Ngapain lo? Liat situs bokep ya?"
"Sembarangan!" Sari menoyor kepala Alvin yang mencoba mengintip komputernya. "emang elu?! hobinya buka situs gituan! Gua cuma buka facebook nih...." katanya emosi.
"Tumben amat... kayak abg."
"Emang facebook identik sama abg, gitu?"
"Ya abis, yang getol on line kan cuma abg."
"Elu juga rajin on line."
"Beda Sar, gua kan on line karena rata-rata terima job dari situ. Gua kan memasarkan kaos rancangan gua sendiri lewat facebook. Yah, sesekali main game online sih... hehehe."
"Heleh, kadang-kadang juga lo nulis status alay nggak jelas gitu..."
"Itu gara-gara akun FB gua dibajak. Emang ada apa sih di FB lo? sampe betah nggak turun ke kantin."
Sari kembali menghadap layar komputernya.
"Nggak ada. Cuman baca status temen-temen gua yang ..."
"Alay?"
"Lo baca sendiri deh."
Alvin menarik kursinya dekat Sari.
"Gila... temen-temen lo namanya ajaib-ajaib gini ya? Adek ChayanxBuangetts SamaAbang. hahaha... nama apaan nih?! Panda Lophes Kitty. Ini nama asli ya?"
"Ya bukan. Fotonya juga bukan foto asli. Ada sih yang kayaknya pake foto sendiri. Tapi pose-nya manyun semua."
"Eh, ini yang dipake status bukannya lagu melayu yang lagi banyak di-airplay di radio itu ya?"
"Nggak semua radio lah. Di radio kita, ini lagu di-blacklist." sanggah Sari.
"Trus, ini ada yang curhat kayaknya."
Alvin menggeser kursor ke bawah.
"Ckckckc... temenmu rata-rata gini ya?"
"Gini apaan?" tanya Sari.
"Alay. Sama kayak lo. hahaha"
"Alay juga manusia kalee..." Sari ngeles. Sementara si Alvin masih ngakak. "mereka lebay begitu juga pasti ada alasannya. Bukan sekedar nyari sensasi."
"Lebay, lebay aja. Pake alasan segala... lagi, orang nggak jelas gitu ngapain lo confirm? Paling dia temen-temennya nggak jelas juga."
"Kalo menurut gua, kayaknya mereka ini tipe-tipe yang suka menyendiri gitu deh. Lebih tepatnya kesepian. Makanya mereka lari ke dunia maya. they more comfortable to be a part of digital world than reality."
"Makanya mereka finding friends as much as possible gitu?"
"Yah, salah satunya. Semakin banyak yang jadi temen mereka, semakin banyak perhatian yang dia dapet."
"Jadi ceritanya mereka haus perhatian?"
"Mungkin. Tapi diakui atau nggak, pasti ada keinginan dalam hati kita untuk mendapat komen atau minimal 'like' dari orang yang baca status kita."
"Ah, gua nggak gitu banget. Elu kali."
"Ya, elu kan make FB pure buat bisnis online. Dan ralat, gua nggak alay-alay banget ya. Gua cuma share hasil tulisan blog gua lewat wall."
"Yah, whatever. Pokoknya lo alay. hahaha...." kata Alvin sambil ngacir. Menghindar dari jitakan Sari yang membabi buta.

Minggu, 13 November 2011

The Trully Street Artist

Wow, it's november!! Dan saya baru nulis lagi. Yah maklum, meskipun sempat bilang kalau saya pengen jadi penulis. Pada kenyataannya kalau disuruh nulis suka moody juga. hahaha. Dan kali ini saya ingin share tentang hal berbeda yang saya jumpai hampir sepuluh tahun ini. Terhitung setelah saya berani kemana-mana naik bus sendiri. It was on my 13th. Dan yang ingin saya bagi hari ini adalah tentang seniman jalanan. I often see them along my trip to and from the place I call home. Keberadaan mereka mengundang berbagai reaksi dari orang-orang. Ada yang bilang unik, nggak sedikit juga yang berpendapat mengganggu. Tapi apa pun itu, mereka tetap manusia yang berusaha bertahan hidup dengan cara yang mereka yakini benar.
Seniman jalanan yang saya maksud di sini, of course, para pengamen. Tahu kan? yang sering cover lagu-lagu orang itu lho. hahaha. Istilahnya.... tapi bener deh. setelah kurang lebih selama sepuluh tahun ini saya sering pergi keman-mana dengan menggunakan jasa bus -maklum, belum punya mobil- saya menjumpai berbagai macam pengamen yang membuat saya sebal dan juga respect. Sebal bukan berarti saya merendahkan mereka. Maksud saya sebal di sini, karena terkadang, dan bahkan sering, mereka menyanyikan lagu yang seharusnya sounds good jadi ancur. Atau menyanyikan lagu yang tidak seharusnya didengar penumpang anak-anak. Tapi rasa sebal itu nggak berhak saya keluarkan. Salah-salah malah menimbulkan keributan massa. Jadi kalau misalnya bus yang saya tumpangi kebetulan berhenti untuk menaikkan penumpang plus-plus -plus pedagang asongan dan pengamen- saya langsung tutup mata dan telinga. Nggak secara harfiah sih, untuk tutup telinganya. Tapi, honestly, saya malas mendengarkan karya music yang seharusnya bagus dan bikin orang seneng, tapi jadi acak-acakan gara-gara orang yang bawain. Dan belakangan ini saya jadi tertarik untuk mengamati para musisi jalanan ini.
Karena tempat kerja saya yang sekarang mengharuskan saya menempuh perjalanan yang cukup melelahkan dari dan ke rumah -meskipun itu hanya sekali dalam seminggu- saya jadi memerhatikan apa yang ada di sekitar saya. Terutama musisi jalanan yang 'tugasnya' menghibur para penumpang. Kalau biasanya saya kurang respect karena mereka suka membawakan lagu-lagu yang -seringnya- kurang pantas didengarkan anak-anak, maka pikiran itu berubah sejak hari pertama saya berangkat ke kota industri ini. Musisi jalanan yang waktu itu kebetulan 'tampil' di bus yang saya tumpangi menyanyikan lagu band favorit saya, Andra & The Backbone yang judulnya hitamku dengan suara yang sangat mirip dengan vokalis aslinya. Perjalanan yang biasanya bikin saya stress, jadi menyenangkan. Well, that should happened to me since 10 years ago. Kemudian, setelah sekira dua minggu setelahnya, ketika saya perjalanan pulang lagi di suatu sore, pengamennya lagi-lagi bikin saya kagum. Well, awalnya nggak sih. Soalnya mereka ngobrol pakai bahasa ke-Jakarte-an. Pikir saya, belagu banget tuh dua orang!! Pengamennya ada dua soalnya. Tapi saya langsung amazed begitu mereka membawakan lagu wonder wall milik Oasis perfectly. Dan kekaguman saya semakin bertambah ketika mereka menyanyikan lagu milik The Cranberries yang saya lupa judulnya dan The Second You Sleep milik Saybia yang juga saya suka banget >_<
Mereka menutup 'show' sore itu dengan lagu Selamat Tinggal milik Five Minutes. Satu-satunya lagu berbahasa Indonesia yang dinyanyikan sore itu. Pengalaman itu memberikan pendapat tersendiri buat saya. Saya yang biasanya -sorry- rada pelit ngasih pengamen karena saya nggak sreg dengan cara mereka menyanyi jadi nggak sayang untuk mengeluarkan ribuan dengan nominal yang agak besar untuk mereka. Musisi jalanan yang berbakat. Ah ada lagi, kira kira kemarin lusa saya menjumpai pengamen yang unik. Awalnya saya pikir dia akan menyanyi lagu-lagu koplo populer seperti biasanya. Tapi ternyata, pengamen yang satu ini memainkan medley lagu pop dan campursari with violin. Yes, just the musics not the lyrics. And it sounds so classic. Lagunya pun dipilih yang sekiranya everlasting dan mudah dihapal. So, sebenarnya saya pribadi mau menghargai mereka dan bisa kagum dengan talenta musik para musisi jalanan ini. Dengan catatan, mereka tidak sekedar genjrang-genjreng. Sangat sedikit musisi jalanan yang benar-benar mengikuti passion mereka lebih daripada beberapa lembar ribuan yang diberi penumpang. Harapan saya sih, musisi jalanan seperti mereka lah yang memanjakan telinga kita ketika dijalan. Even better, from our mp3 player. Something good wouldn't make us regret to pay.