Minggu, 13 November 2011

The Trully Street Artist

Wow, it's november!! Dan saya baru nulis lagi. Yah maklum, meskipun sempat bilang kalau saya pengen jadi penulis. Pada kenyataannya kalau disuruh nulis suka moody juga. hahaha. Dan kali ini saya ingin share tentang hal berbeda yang saya jumpai hampir sepuluh tahun ini. Terhitung setelah saya berani kemana-mana naik bus sendiri. It was on my 13th. Dan yang ingin saya bagi hari ini adalah tentang seniman jalanan. I often see them along my trip to and from the place I call home. Keberadaan mereka mengundang berbagai reaksi dari orang-orang. Ada yang bilang unik, nggak sedikit juga yang berpendapat mengganggu. Tapi apa pun itu, mereka tetap manusia yang berusaha bertahan hidup dengan cara yang mereka yakini benar.
Seniman jalanan yang saya maksud di sini, of course, para pengamen. Tahu kan? yang sering cover lagu-lagu orang itu lho. hahaha. Istilahnya.... tapi bener deh. setelah kurang lebih selama sepuluh tahun ini saya sering pergi keman-mana dengan menggunakan jasa bus -maklum, belum punya mobil- saya menjumpai berbagai macam pengamen yang membuat saya sebal dan juga respect. Sebal bukan berarti saya merendahkan mereka. Maksud saya sebal di sini, karena terkadang, dan bahkan sering, mereka menyanyikan lagu yang seharusnya sounds good jadi ancur. Atau menyanyikan lagu yang tidak seharusnya didengar penumpang anak-anak. Tapi rasa sebal itu nggak berhak saya keluarkan. Salah-salah malah menimbulkan keributan massa. Jadi kalau misalnya bus yang saya tumpangi kebetulan berhenti untuk menaikkan penumpang plus-plus -plus pedagang asongan dan pengamen- saya langsung tutup mata dan telinga. Nggak secara harfiah sih, untuk tutup telinganya. Tapi, honestly, saya malas mendengarkan karya music yang seharusnya bagus dan bikin orang seneng, tapi jadi acak-acakan gara-gara orang yang bawain. Dan belakangan ini saya jadi tertarik untuk mengamati para musisi jalanan ini.
Karena tempat kerja saya yang sekarang mengharuskan saya menempuh perjalanan yang cukup melelahkan dari dan ke rumah -meskipun itu hanya sekali dalam seminggu- saya jadi memerhatikan apa yang ada di sekitar saya. Terutama musisi jalanan yang 'tugasnya' menghibur para penumpang. Kalau biasanya saya kurang respect karena mereka suka membawakan lagu-lagu yang -seringnya- kurang pantas didengarkan anak-anak, maka pikiran itu berubah sejak hari pertama saya berangkat ke kota industri ini. Musisi jalanan yang waktu itu kebetulan 'tampil' di bus yang saya tumpangi menyanyikan lagu band favorit saya, Andra & The Backbone yang judulnya hitamku dengan suara yang sangat mirip dengan vokalis aslinya. Perjalanan yang biasanya bikin saya stress, jadi menyenangkan. Well, that should happened to me since 10 years ago. Kemudian, setelah sekira dua minggu setelahnya, ketika saya perjalanan pulang lagi di suatu sore, pengamennya lagi-lagi bikin saya kagum. Well, awalnya nggak sih. Soalnya mereka ngobrol pakai bahasa ke-Jakarte-an. Pikir saya, belagu banget tuh dua orang!! Pengamennya ada dua soalnya. Tapi saya langsung amazed begitu mereka membawakan lagu wonder wall milik Oasis perfectly. Dan kekaguman saya semakin bertambah ketika mereka menyanyikan lagu milik The Cranberries yang saya lupa judulnya dan The Second You Sleep milik Saybia yang juga saya suka banget >_<
Mereka menutup 'show' sore itu dengan lagu Selamat Tinggal milik Five Minutes. Satu-satunya lagu berbahasa Indonesia yang dinyanyikan sore itu. Pengalaman itu memberikan pendapat tersendiri buat saya. Saya yang biasanya -sorry- rada pelit ngasih pengamen karena saya nggak sreg dengan cara mereka menyanyi jadi nggak sayang untuk mengeluarkan ribuan dengan nominal yang agak besar untuk mereka. Musisi jalanan yang berbakat. Ah ada lagi, kira kira kemarin lusa saya menjumpai pengamen yang unik. Awalnya saya pikir dia akan menyanyi lagu-lagu koplo populer seperti biasanya. Tapi ternyata, pengamen yang satu ini memainkan medley lagu pop dan campursari with violin. Yes, just the musics not the lyrics. And it sounds so classic. Lagunya pun dipilih yang sekiranya everlasting dan mudah dihapal. So, sebenarnya saya pribadi mau menghargai mereka dan bisa kagum dengan talenta musik para musisi jalanan ini. Dengan catatan, mereka tidak sekedar genjrang-genjreng. Sangat sedikit musisi jalanan yang benar-benar mengikuti passion mereka lebih daripada beberapa lembar ribuan yang diberi penumpang. Harapan saya sih, musisi jalanan seperti mereka lah yang memanjakan telinga kita ketika dijalan. Even better, from our mp3 player. Something good wouldn't make us regret to pay.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar