Rabu, 05 September 2012

Mengaplikasikan Cinta

Judulnya mungkin sedikit membuat kita mengerutkan kening. Tapi inilah yang saya ingin share dengan siapa pun yang mengunjungi blog saya. Mengaplikasikan Cinta. Bagaimana cara menerapkan cinta dalam hidup kita. Saya mungkin akan berbicara di posisi orang yang sedang menjalin hubungan. Tapi buat yang sendiri pun nggak dilarang untuk membaca posting kali ini.

Intinya adalah, seperti judulnya, mengaplikasikan cinta. Saya baru saja mendapat 'nasihat' dari seseorang tentang pernikahan. Membuat komitmen. Semacam itulah. Dan terpikir untuk menuangkannya lewat catatan di blog. Saya memberi tanda kutip karena saya pikir, saya agak defensif ketika mendengarkannya. Sehingga menurut saya itu bukan sepenuhnya nasihat. Karena sedikit seperti melarang saya. Well, saya bukannya menganggap kalau nasihatnya buruk, justru isi nasihatnya harus didengar oleh siapa pun yang jarang menggunakan logika dalam menjalin hubungan.

Orang ini menasihati saya supaya jangan terburu-buru membuat keputusan untuk melangkah lebih jauh dalam menjalin hubungan. Dia melarang saya untuk mengandalkan emosi ketika membuat keputusan karena itulah karakter asli saya sebagai perempuan. Dikhawatirkan saya akan membuat kesalahan yang akan saya sesali seumur hidup. Tidak hanya itu, seakan tersirat kalau pernikahan atau hubungan macam apa pun, seperti persahabatan, keluarga dan lain-lain, nggak cukup kalau hanya didasarkan pada cinta. We are in a real world, di mana yang ada hanya kenyataan dan bukan dongeng yang serba indah. Tentu logika dibuthkan di sini.

Sebuah pernikahan memang tidak melulu didasari oleh cinta. Saya setuju soal itu. Kita juga butuh yang namanya kepercayaan, komunikasi, dan komitmen. Artinya, kita harus yakin dengan pilihan kita. Dan kita mesti siap dengan segala resikonya. Masalahnya, kita juga harus melihat sisi luar dari seseorang. Tidak bisa dipungkiri memang, jika materi juga berperan. Kita butuh pekerjaan tetap yang bagus dan menghasilkan cukup banyak uang. Semata-mata untuk bertahan hidup, sekolah dan berlibur. Tapi tidak pernahkah kita berpikir untuk memasukkan ibadah juga? Well, you can say ibadah itu nggak harus shalat atau misa di gereja. Bentuknya bisa macam-macam. Benar. Tapi pernahkah berpikir atas dasar apa kamu melakukan itu semua?

Saya masih percaya kalau faktor cinta berperan di sini. Sangat wajib mereka ada. Dan saya kurang setuju dengan pendapat kalau cinta nggak akan bisa bikin kita kenyang atau mendapat pendidikan tinggi. Sebenarnya salah.

Yang salah adalah bagaimana kita memahami dan mengaplikasikan cinta itu sendiri. Ada seorang teman yang pernah mengatakan, di tahun pertama pernikahan seseorang, mereka cuma memikirkan sex and how to have fun with it. Hahaha... jangan berpikir saya porno atau ngeres. Kita sama-sama dewasa dan saya pikir wajar kalau bicara topik seperti ini secara blak-blakan. Back to the topic, saya pikir benar juga. Seperti pacaran, di awal-awal kemesraan itu jadi hal yang penting dan menggebu-gebu buat pasangan yang menjalin hubungan. But next, what else? Sebuah pernikahan bukanlah akhir, melainkan awal masalah. Yes, i told you that.

Begini, kamu dan pasanganmu menikah, you both happy at the first time. Bahagianya dalam artian lebih ke emosi, karena sudah menyatu dalam ikatan resmi dan suci -bahasa saya agak lebay- tapi kemudian, pasti ada hal-hal yang nggak bisa kita hindari. Kebutuhan sehari-hari yang harus terpenuhi, perbedaan-perbedaan antara kita dan pasangan, sampai ketika sudah memiliki anak. Kita harus memenuhi kebutuhan mereka juga kan? Masa depan mereka yang harus dipersiapkan sedini mungkin.

Buat para perempuan mungkin gampang saja, tinggal cari laki-laki yang memiliki pekerjaan tetap, posisi bagus di perusahaan, baik dan tampan. Faktor terakhir masih jadi prioritas sih, kadang-kadang. Tapi buat para laki-laki, mereka yang nantinya akan jadi tulang punggung keluarga, nggak bisa diatasi dengan cara mencari perempuan kaya atau punya karier bagus. Mereka harus bekerja keras.

Tapi saya berpikir lagi, apakah semudah itu dalam prakteknya? Absolutely not. Tapi bisa jadi gampang kalo kita punya faktornya. Faktor yang saya maksud tentu saja cinta. Jika kamu cinta sama pacarmu, kamu akan berusaha menikahinya, setelah menikah kamu akan bekerja keras mencari uang supaya dia nggak kelaparan, kamu akan membangun rumah supaya dia nggak kedinginan dan kamu akan berusaha memberikan masa depan yang terbaik buat anak kalian. Maka, nggak salah kalau Rossa punya lagu 'Atas Nama Cinta'. Karena semua tindakan kita pasti didasari oleh cinta. Kecuali tindakan kriminal. Sekarang bukan faktornya yang harus kita pikirkan, tapi bagaimana menerapkannya. Kalau kamu cinta sama pacar, istri, suami, anak, keluarga, atau sahabatmu, apa yang akan kamu lakukan biar mereka bahagia?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar