Sabtu, 28 Juli 2012

Angel (Bab I part 2)

Sambungannya Angel (happy reading)




Jeep itu berhenti di depan sebuah rumah sederhana bercat coklat. Dewi menoleh ke arah pemuda yang tadi menjemputnya.

"Makasih ya Dhan, udah jemput." kata Dewi.
"Biasa lah. Kayak aku ini siapa kamu aja."
"Mau mampir?"
"Nggak usah. Udah malem ini. Kamu nanti langsung istirahat ya."
"Oh.. ya udah, aku masuk dulu ya."
"Eh, tunggu Wi." Dhani menahan Dewi yang akan membuka pintu mobil dan menoleh ke arah Dhani.
"Kenapa Dhan?" tanya Dewi.

Dhani tidak menjawab. Ia memegang erat kedua tangan Dewi dan perlahan mendekatkan wajahnya. Nafas Dewi tertahan tidak siap.

"Ya ampun, udah jam 10. Kamu harus pulang, nanti Mama nyariin. Sekali lagi makasih udah dianter ya, Dhan." Dewi menarik tangannya dan terburu keluar dari jeep Dhani.
"Nanti aku telepon." kata Dhani singkat sebelum menyalakan mesin mobilnya. Dewi mengangguk sambil tersenyum.
"Hati-hati ya." katanya sebelum Dhani benar-benar pergi.

Dewi menghembuskan nafas. Maaf ya, Dhan. Gumamnya dalam hati lalu membuka pagar rumah. Sudah 8 bulan mereka jalan. Kadang-kadang Dewi masih belum percaya ia dan Dhani pacaran. Ia seorang waitress di Fishbone, sedangkan Dhani, mahasiswa tingkat akhir sebuah universitas di Malang yang kebetulan adalah putera tunggal pemilik jaringan resto tempatnya bekerja. Ia sempat bertanya-tanya apakah Tuhan nggak salah membuat Dhani menembaknya tepat awal tahun ini? Dewi jadi merasa seperti cinderella abad 21 dengan cerita yang absurd. Se-absurd perkenalannya dengan Dhani.

Ia ingat bagaimana dulu mengira Dhani sebagai karyawan baru ketika dia kali pertama datang ke perayaan 5 tahun Fishbone cabang Kediri. Itu gara-gara informasi teman seprofesi-nya, Lana, yang mengatakan kalau mereka akan kedatangan trainee baru untuk menggantikan Siska yang mengundurkan diri. Ditambah lagi, Rosalin, manajer Fishbone yang kebetulan akrab dengan Dewi memintanya untuk men-training si anak baru. Singkat cerita, nggak salah kalo informasi absurd dari rekan-rekannya itu membawa Dewi ke perkenalan yang absurd juga dengan Dhani. Entah kenapa ia suka tersenyum dan malu sendiri mengenangnya.

Tapi, se-absurd perkenalan mereka, hubungan yang baru jalan 8 bulan ini pun dirasa nggak jelas oleh Dewi. Entah kenapa, ada sebagian kecil hatinya yang merasa kalo dia nggak seharusnya buat Dhani. Itu sebabnya gaya pacaran mereka terkesan seperti main-main dan nggak romantis menurut adiknya. Sampai saat ini, bisa dihitung dengan jari durasi kencan mereka. Paling cuma ke coffee shop langganan Dhani di Kediri Mall, itu pun nggak sampe berjam-jam karena Dewi selalu beralasan harus datang on time ke Fishbone atau belanja sesuatu untuk ibunya.

Perasaan itu juga dirasakan Dewi saat Dhani mengantarnya tadi. 8 bulan, dan mereka at least, belum pernah kissing. Dewi tau Dhani sangat menginginkan itu. Tapi itu tadi, sebagian kecil hatinya yang selalu kontra dengan Dhani menolaknya. Tapi yang bisa dilakukan Dewi hanya menggumamkan maaf saat Dhani sudah nggak ada di depannya.

"Gagal lagi?" celetuk Diana, adiknya, saat Dewi memasuki ruang tamu. Di tangannya ada novel Breaking Dawn yang terbuka.
"Belum tidur kamu?" tanya Dewi.
"Besok hari sabtu, kakakku sayang. So, hari ini gagal lagi?"
"Oh iya. Kuliah kamu libur sabtu sama minggu ya.." kata Dewi.
"Jawab pertanyaanku dong..." kata Diana jengkel.
"Sejujurnya aku nggak ngerti kamu nanya apa." kata Dewi datar. Diana berdecak sebal. Kakaknya ini bego atau lemot sih?
"Kamu, sama Dhani, 8 bulan. Dan nggak ada perkembangan apa-apa." Dewi belum bereaksi atas penjelasan Diana yang mirip men-dikte soal matematika. "your first kiss." kata Diana lugas.
"Ah... itu. Penting banget ya?"
"Ya iyalah, mbak. Kamu sama Dhani tu nggak kayak orang pacaran. Aku memang nggak sama kalian kalo lagi nge-date, tapi aku tau kalo kamu masih jaga jarak sama Dhani. Iya kan?"
"Hmmhh... gimana ya, Di? Anggap aja aku belum siap buat itu."
"Hah?! Alesan kamu absurd banget tau, mbak. Mana ada orang belum siap buat hal-hal yang lebih, just say, intimate padahal udah pacaran. Gimana kalo nanti kamu married? Mau nunggu sampe kamu siap juga buat ML?"
"Hush! Ngomongmu itu, lho." sahut Dewi.
"Kita udah gedhe mbak. Nggak usah ngerasa tabu buat ngomongin hal-hal kayak gini lah."
"Terserah anggapan kamu kayak apa. Tapi aku akan ngelakuin itu kalo aku udah siap. Aku nggak tau gimana perasaan Dhani, tapi aku harap dia paham." pungkas Dewi sebelum berlalu ke kamarnya.
Diana menghela napas lalu kembali menekuni kisah cinta Edward-Bella yang sejenak ia tinggalkan.

(to be continued...)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar