Jumat, 07 Desember 2012

Ketika Sama-Sama Sulit... (Baca dan Renungkan)

Pernahkah dalam kondisi di mana kamu sedang kesulitan dan butuh uang, sementara temanmu juga mengalami hal yang sama? Saya menyebut kondisi ini sebagai dilemma. Ketika ada orang yang meminta pertolongan kita sementara kita sendiri juga sedang kesulitan.

Sekitar 5 hari yang lalu, ada seorang teman yang meminjam uang ke saya dengan nominal yang lumayan besar. Bukan untuk kebutuhan primer, melainkan untuk kebutuhan skundernya yang juga penting. Sebenernya saya juga sedang membutahkan uang yang dia pinjam. Tapi entah apa yang ada di pikiran saya saat itu, saya langsung meminjamkan saja. Dia mengucapkan terima kasih dan berjanji akan mengembalikannya secepat mungkin.

Tapi setelah itu, jadi hal yang sedikit banyak membuat saya menyesal meminjamkan uang itu. Karena begitu pacar saya tahu, dia marah bukan main. Soalnya kami memang sedang butuh dana lebih untuk pernikahan nanti. Sampai-sampai, dia bilang saya ini pahlawan kesiangan. Kami akhirnya beradu argumen via SMS. That was sucks. Karena seakan-akan saya ini nggak punya otak dan bersikap seolah-olah saya punya segalanya dengan meminjamkan uang yang saya butuhkan. Ketika saya curhat pada seorang teman pun. Kurang lebih mendapatkan jawaban yang sama. Memang nggak se-ekstrim jawaban pacar saya, tapi dia menyesalkan kenapa saya justru dengan mudah mengasihani orang tanpa melihat kondisi diri sendiri?! Saya nggak tahu mesti berargumen apa. Sempat ada bayangan kalau uang yang saya pinjamkan akan lama kembalinya dan merusak rencana-rencana saya. Karena rencana awal, uang itu akan digunakan untuk mengganti uang yang saya pinjam dari ibu ketika mengurus berkas pernikahan.

Di tengah suasana hati yang serba nggak menyenangkan itu, saya teringat beberapa cerita di mana sang tokoh utama yang kesulitan menolong orang lain yang juga sama kesulitannya dengan dia. Misalnya, cerita tentang seorang pelacur yang meninggal hanya gara-gara memberikan air yang dia dapat dengan susah payah kepada seekor anjing. Pelacur dan anjing itu sama-sama makhluk yang dibenci oleh orang-orang di agama kami. Tapi Allah menaikkan derajat si pelacur dan memberinya tempat di surga gara-gara menolong sesama makhlukNya yang kesulitan. Si pelacur bisa saja meminum air itu sendiri dan membiarkan si anjing mati kehausan, toh dia yang susah payah mengambil air itu dari oasis yang hampir kering untuk membasahi tenggorokan.

Manusia adalah makhluk yang egois. Tapi bolehkah kita meng-halal-kan egoisme untuk hal yang mendesak. Mungkin kamu akan bilang, 'saya kerja susah-susah biar dapet uang buat makan. Kamu seenaknya aja minjem!' atau mungkin yang lebih halus 'maaf ya, saya lagi butuh uang itu.'
Entahlah, kayak ada sesuatu yang memberontak di sudut hati saya. Semacam, 'kenapa kamu biarin orang lain makan tempe sementara kamu bisa makan daging?'

Saya mungkin orang yang bodoh soal mendahulukan kepentingan diri sendiri atau orang lain. Tapi, biarlah Sang Pencipta saya yang menilai. Saya hanya berpikir, manusia diturunkan ke dunia untuk saling membantu dalam hal apa pun. Asal nggak melanggar hukum.

Maka saya berdo'a kepada Allah, kalo memang saya sangat bodoh dengan memberi pinjaman orang lain padahal saya sendiri juga butuh, maka saya nggak akan mengulangi lagi.Saya akan mengatakan alasan apa pun supaya orang berhenti meminta belas kasihan saya. Tapi kalau apa yang saya lakukan benar, maka saya minta satu keajaiban saja. Kembalikan uang saya secepatnya.

Saya bukan ahli ibadah atau ahli agama, tapi saya tahu seberapa besar pun dosa seseorang, mereka tetap berhak berdoa dan meminta kepada Tuhannya. Maka keajaiban itu memang terjadi, keesokan harinya uang itu kembali dengan jumlah yang sama saat saya meminjamkan. Saya bersyukur bisa membuktikan keajaiban secepat ini, dan semoga di masa yang akan datang, nggak akan ragu lagi menolong orang. Saya belajar bahwa, sesulit apa pun, manusia masih diberi kemampuan untuk menolong sesama. Dan bayarannya, sangat besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar